KOMPAS.com — Raksasa elektronik asal Korea Selatan, Samsung, sedang menghadapi masalah di negara dengan pasar smartphone terbesar di dunia, Tiongkok. Indonesia digadang-gadang menjadi juru selamat bagi vendor pembuat lini smartphone Galaxy ini.
Seperti diketahui, menurut laporan dari IDC, pengiriman smartphone Samsung di Tiongkok menurun 4,3 persen secara year-on-year pada kuartal pertama 2015. Hal tersebut menjadi penurunan pertama bagi Samsung dalam kurun enam tahun terakhir.
Pada waktu bersamaan, pengiriman perangkat smartphone Apple justru meningkat lebih dari 60 persen. Dikutip KompasTekno dari Bloomberg View, Kamis (21/5/2015), hal itu menunjukkan bahwa pasar smartphone Tiongkok sudah berkembang dan hampir menyerupai pasar Amerika Serikat alih-alih pasar negara berkembang.
Selain itu, Samsung juga mengalami tekanan di kelas bawah karena produk-produk smartphone murah buatan vendor Tiongkok, seperti Xiaomi, juga ternyata kian mendesak.
Xiaomi dengan smartphone murah tetapi memiliki value yang tinggi, dengan spesifikasi dan performa di atas rata-rata, juga menggerogoti pangsa pasar Samsung.
Untuk bisa bersaing, Samsung mau tak mau harus menurunkan harga jual smartphone-nya. Namun, menurunkan harga jual juga berarti Samsung harus menurunkan ongkos produksi. Di sinilah peranan Indonesia berada.
Menurut laporan Bloomberg Intelligence, tenaga kerja di Indonesia diprediksi berpenghasilan rata-rata 0,79 dollar AS per jam pada 2018 mendatang. Sementara itu, pekerja di Tiongkok rata-rata mendapat upah 4,79 dollar AS per jam.
Dengan upah yang hampir tiga perempat lebih rendah itu, Samsung berpotensi mengalihkan lini produksi smartphone-nya dari Tiongkok ke Indonesia.
Bahkan, menurut Samsung Indonesia, Galaxy S6 yang baru saja diluncurkan telah diproduksi di pabriknya di Cikarang, Jawa Barat, Indonesia.
"Iya, buatan Indonesia. Galaxy S6 dan S6 Edge, dua-duanya buatan Indonesia," kata Vice President Corporate Business and Corporate Affairs Samsung Indonesia, Lee Kanghyun, kepada KompasTekno beberapa waktu lalu.