REVIEW : HELLO GOODBYE


"Kamu jangan marah sama perpisahan. Memaki perpisahan sama aja kamu mengutuk pertemuan." - Indah

Dalam beberapa tahun belakangan ini, Korea Selatan melesak ke posisi atas sebagai salah satu destinasi wisata terpopuler, setidaknya bagi warga Asia. Popularitas negara ini terbantu oleh produk dari industri hiburan mereka yang tergabung dalam ‘Korean Wave’ yang telah hampir satu dekade menjadi virus yang menginfeksi generasi muda. Tidak hanya Indonesia yang mengakui pesona Negeri Gingseng ini. Sebelumnya, Thailand melalui film bertajuk Hello Stranger telah menyoroti bagaimana fenomena demam Korea merebak di kalangan muda-mudi negara yang dipimpin oleh Raja Rama IX tersebut. Alurnya klasik, dua orang asing yang berasal dari negara yang sama tidak sengaja berjumpa dengan rasa benci atas satu sama lain sebelum akhirnya benih-benih cinta tumbuh. Akan tetapi cara kemasnya yang menarik membuat film menjadi enak untuk disimak. Beberapa tahun berselang setelah Hello Stranger dilempar ke pasaran, Indonesia mengikuti langkah dari negara tetangga. Film perdana Titien Wattimena sebagai sutradara, Hello Goodbye, memboyong setting ke Korea Selatan – atau dalam film ini bertempat di Busan. Konflik yang diangkat pun tak berbeda jauh dengan Hello Stranger hanya saja dituturkan lebih kalem, lebih dewasa, dan lebih manis di sini. 

Hello Goodbye memperkenalkan kita kepada Indah (Atiqah Hasiholan) yang bekerja sebagai staf Konsulat Jenderal RI di Busan. Layaknya para pegawai anyar yang pertama kali ditempatkan jauh dari kampung halaman, Indah pun seringkali dihantui oleh ‘homesick’. Menetap di negeri orang dengan kultur dan bahasa yang sama sekali berbeda, maka bukan sesuatu yang mengherankan jika Indah kerap merasa kesepian sekalipun memiliki teman satu rumah (Kenes Andari) yang senantiasa menebar keceriaan. Rasa jenuhnya sedikit terobati setelah sang atasan mengutus Indah untuk menangani Abi (Rio Dewanto), seorang ABK asal Indonesia yang terkena serangan jantung. Bukanlah persoalan yang mudah berhadapan dengan Abi yang tak bisa mengontrol temperamennya. Pertengkaran menjadi santapan Indah sehari-hari setiap kali menemani Abi di rumah sakit. Apa yang menjadi harapan Indah kala itu adalah menuntaskan pekerjaannya dan kembali kepada kehidupan normalnya (atau kehidupan yang monoton?). Akan tetapi, Anda tentu sudah menduga harapan itu tidak akan terwujud karena saat ini Anda tengah menyaksikan film drama romantis. Wajib hukumnya timbul percikan asmara diantara dua insan yang saling membenci satu sama lain ini. Apakah itu akan terjadi dalam film ini? Oh tentu saja! Tunggu saja setelah Abi dan Indah mulai menyadari tindakan bodoh nan kekanak-kanakan masing-masing. 

Untuk urusan menggoreskan tinta di atas kertas, Titien Wattimena tak perlu diragukan lagi. Dia adalah salah satu yang terbaik. Sangat jarang saya dikecewakan oleh film yang berdasar pada naskah garapan beliau. Sebuah ide cerita yang sederhana mampu disulap oleh Mbak Titien menjadi jalinan cerita yang renyah, cerdas, dan berisi. Dalam Hello Goodbye, bebannya bertambah karena untuk sekali ini dia tidak hanya berceloteh dalam bentuk tulisan semata, namun turut bertanggung jawab mengejewantahkan imajinasinya ke bahasa gambar. Dan usahanya sebagai sutradara – setelah sebelumnya telah berlatih sebagai astradara dalam sejumlah film, patut mendapat acungan dua jempol. Dia mampu mewujudkan ide-idenya dalam bentuk audio visual dengan sangat cantik. Sebagai sebuah drama romantis, Hello Goodbye mempunyai takaran yang pas dan tidak kelewat lebay untuk urusan mengumbar romantisme. Dialog-dialognya yang mengalir lancar, kuat, dan lucu menjadi kekuatan utama film yang gaya tuturnya seperti perpaduan antara serial dan film Korea dengan Hello Stranger serta Before Sunrise ini. Untuk sesaat Anda akan lupa bahwa apa yang tersaji di layar adalah buatan anak bangsa, dalam artian positif tentunya. Tidak ada upaya untuk ‘sok Korea’ atau menjiplak, ‘hiasan’ di sini tak lebih dari sekadar terinspirasi untuk kemudian dihidangkan dengan cara yang berbeda. 

Skrip buatan Mbak Titien yang manis, menyenangkan, dan membuat gregetan akan terasa hambar apabila tidak mendapat dukungan dari departemen lain. Beruntunglah Hello Goodbye memiliki Atiqah Hasiholan dan Rio Dewanto yang mempertontonkan chemistry mereka yang sungguh luar biasa! They are such a loveable couple. Penampilan kuat mereka memberikan energi serta semangat kepada skrip yang memiliki potensi berjalan datar apabila tidak mendapat penangan serta sokongan yang tepat. Berkat dua bintang inilah dialog terasa hidup. Dialog yang berisi percakapan yang terkadang ketus, penuh makna, lucu, dan sedih. Saya pun dibuat betah duduk di dalam bioskop tanpa sekalipun ingin muntah atau menengok jam di ponsel. Apa yang akan terjadi dalam hubungan Abi dan Indah selanjutnya sedap untuk disimak. Berulang kali saya mendengar penonton lain berteriak ‘Awww...’, ‘So sweet...’ dan bentuk ekspresi-ekspresi lainnya. Puncaknya tentu saja pada adegan akhir yang membuat gemas maksimal hingga membuat saya ingin menelan keranjang popcorn bulat-bulat. Segalanya semakin manis dan indah berkat Yunus Pasolang yang pandai dalam mengabadikan pemandangan Busan yang memesona serta menghadirkan sebuah ‘shot’ di penghujung film yang alamak, elok sangat! Jangan lupakan pula duet maut Eru dan Atiqah Hasiholan dalam ‘Black Glasses’ yang pemakaiannya tepat guna dan sungguh meracuni. Hingga keesokan harinya seusai menyaksikan Hello Goodbye di bioskop, tembang ini masih saja berputar-putar di kepala. Saranghaeyo nado eulgoissohyo, oh nan...

Note : Pssstttt... Jangan terburu-buru meninggalkan gedung bioskop saat credit title mulai bergulir. Ada sebuah 'bonus adegan' yang sayang sekali untuk dilewatkan. Bersabarlah. 

Exceeds Expectations



Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama